Sabtu, 15 Juni 2013

Contoh Makalah Hubungan Industrial kasus pada pekerja wanita



BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang

Hukum tentang ketenagakerjaan dalam pelaksanaannya harus memenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja atau buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup pengembangan sumberdaya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial.
Hukum Perburuhan atau ketenagakerjaan merupakan seperangkat aturan dan norma baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur pola hubungan Industrial antara Pengusaha, disatu sisi, dan Pekerja atau buruh disisi yang lain. Syarat dalam mencapai kesuksesan pembangunan nasional adalah kualitas dari sumber daya manusia Indonesia itu sendiri yang menentukan berhasil tidaknya usaha untuk memenuhi tahap tinggal landas. Peningkatan kualitas manusia tidak mungkin tercapai tanpa memberikan jaminan hidup, sebaliknya jaminan hidup tidak dapat tercapat apabila manusia tidak mempunyai pekerjaan, dimana dari hasil pekerjaan itu dapat diperoleh imbalan jasa untuk membiayai dirinya dan keluarganya.
Perluasan kesempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja harus merupakan kebijaksanaan pokok yang sifatnya menyeluruh di semua sektor. Dalam hubungan ini program-program pembangunan sektoral maupun regional perlu senantiasa mengusahakan terciptanya perluasan kesempatan kerja sebanyak mungkin dengan imbalan jasa yang sepadan. Dengan jalan demikian maka disamping peningkatan produksi sekaligus dapat dicapai pemerataan hasil pembangunan, karena adanya perluasan partisipasi masyarakat secara aktif di dalam pembangunan.

              
Pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat ditandai dengan tumbuhnya industri-industri baru yang menimbulkan banyak peluang bagi angkatan kerja pria maupun wanita. Sebagian besar lapangan kerja di perusahaan pada tingkat organisasi yang rendah yang tidak membutuhkan keterampilan yang khusus lebih banyak memberi peluang bagi tenaga kerja wanita. Tuntutan ekonomi yang mendesak dan berkurangnya peluang serta penghasilan di bidang pertanian yang tidak memberikan suatu hasil yang tepat dan rutuin, dan adanya kesempatan untuk bekerja di bidang industri telah memberikan daya tarik yang kuat bagi tenaga kerja wanita. Tidak hanya pada tenaga kerja wanita yang sudah dewasa yang sudah dapat digolongkan pada angkatan kerja. Tetapi sering juga wanita yang belum dewasa yang selayaknya masih harus belajar di bangku sekolah.
               Disisi lain terdapat masalah gangguan yang dialami oleh perempuan di tempat kerja, baik oleh teman sekerja maupun oleh majikan. Gangguan ini bisa berbentuk komentar-komentar atau ucapan-ucapan verbal, tindakan atau kontak fisik yang mempunyai konotasi seksual. Walaupun seringkali oleh orang yang menjadi sasaran tindakan tersebut, suatu gangguan tampaknya tidak membahayakan secara langsung, namun dengan adanya tindakan itu yang mempunyai unsur kekuasaan dan dominsi, si orang trsebut selalu menjadi sadar akan keperempuannya dan keperawanannya terhadap gangguan-gangguan tersebut. Bentuk yang paling ekstrem dari gangguan seksual itu adalah perkosaan yang seringkali pula bentuknya sangat terselubung, dalam artian bahwa sering dianggap peristiwa tersebut sebagai peristiwa individual semata dan tidak menyangkut pelanggaran hak asasi manusia.
               Masalah tenaga kerja saat ini terus berkembang semakin kompleks sehingga memerlukan penanganan yang lebih serius. Pada masa perkembangan tersebut pergeseran nilai dan tata kehidupan akan banyak terjadi. Pergeseran dimaksud tidak jarang melanggara peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menghadapi pergeseran nilai dan tata kehidupan para pelaku industri dan perdagangan, pengawasan ketenagakerjaan dituntut untuk mampu mengambil langkah-langkah antisipatif serta mampu menampung segala perkembangan yang terjadi.
               Oleh karena itu penyempurnaan terhadap sistem pengawasan ketenagakerjaan harus terus dilakukan agar peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan secara efektif oleh para pelaku industri dan perdagangan. Dengan demikian pengawasan ketenagakerjaan sebagai suatu sistem mengemban misi dan fungsi agar peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat ditegakkan. Penerapan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan juga dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan/keserasian hubungan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh sehingga kelangsungan usaha dan ktenagakerjaan dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan kerja dapat terjamin.
               Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan merupakan salah satu solusi dalam perlindungan buruh maupun majikan tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perlindungan buruh diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 67-101 meliputi perlindungan buruh penyandang cacat, anak, perempuan, waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, pengupahan dan kesejahteraan. Dengan demikian,Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sangat berarti dalam mengatur hak dan kewajiban bagi para tenaga kerja maupun para pengusaha di dalam melaksanakan suatu mekanisme proses produksi.
               Tidak kalah pentingnya adalah perlindungan tenaga kerja yang bertujuan agar bisa menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi. Hal ini merupakan esensi dari disusunnya undang-undang ketenagakerjaan yaitu mewujudkan kesejahteraan para pekerja/buruh yang akan berimbas terhadap kemajuan dunia usaha di Indonesia.
B.     Rumusan Masalah

Setiap perusahaan pada umumnya tidak terlepas dari masalah dalam upaya untuk merealisasikan tujuannya. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka kami merumuskan permasalahan sebagai berikut:
    Kasus Tindakan Kekerasan Pada Pekerja Perempuan Pada PT. Panarub Dwikarya .


BAB II
PEMBAHASAN


A.     Perlindungan Pekerja Perempuan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun  
        
2003 Tentang Ketenagakerjaan
             
Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa,”Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.

              
Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan Pekerja Wanita adalah Tenaga Kerja Wanita dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja dengan menerima upah.
               Aturan hukum untuk pekerja perempuan ada yang berbeda dengan pekerja laki-laki, seperti cuti melahirkan, pelecehan seksual di tempat kerja, jam perlindungan dan lain-lain.
1.    Pedoman Hukum Bagi Pekerja Wanita
Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja wanita berpedoman pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya Pasal 76, 81, 82, 83, 84, Pasal 93, Kepmenaker No. 224 tahun 2003 serta Peraturan Perusahaan atau perjanjian kerja bersama perusahaan yang meliputi:
a.      Perlindungan Jam Kerja
Perlindungan dalam hal kerja malam bagi pekerja wanita (pukul 23.00 sampai pukul 07.00). Hal ini diatur pada pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tetapi dalam hal ini ada pengecualiannya yaitu pengusaha yang mempekerjakan wanita pada jam tersebut wajib:

1)      Memberikan makanan dan minuman bergizi
2)      Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja
3)      Menyediakan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat  
         
dan pulang bekerja antara pukul 23.00 – 05.00.
            Tetapi pengecualian ini tidak berlaku bagi pekerja perempuan yang berum7ur di bawah 18 (delapan belas) tahun ataupun perempuan hamil yang berdasarkan keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya apabila bekerja antara pukul 23.00 – 07.00. Dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak memberikan makanan dan minuman bergizi tetapi diganti dengan uang padahal ketentuannya tidak boleh diganti dengan uang.
b.      Perlindungan dalam masa haid
Padal Pasal 81 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur masalah perlindungan dalam masa haid. Perlindungan terhadap pekerja wanita yang dalam masa haid tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid dengan upah penuh. Dalam pelaksanaanya lebih banyak yang tidak menggunakan haknya dengan alasan tidak mendapatkan premi hadir.
c.       Perlindungan Selama Cuti Hamil
Sedangkan pada pasal 82 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur masalah cuti hamil. Perlindungan cuti hamil bersalin selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan dengan upah penuh. Ternyata dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak membayar upah secara penuh.
d.      Pemberian Lokasi Menyusui
Pasal 83 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur masalah ibu yang sedang menyusui. Pemberian kesempatan pada pekerja wanita yang anaknya masih menyusui untuk menyusui anaknya hanya efektif untuk yang lokasinya dekat dengan perusahaan.
2.      Peranan Penting Dinas tenaga Kerja
Peran Dinas Tenaga Kerja dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja wanit yakni dengan melalui pengesahan dan pendaftaran PP & PKB Perusahaan pada Dinas Tenaga Kerja, Sosialisasi Peraturan Perundangan di bidang ketenagakerjaan dan melakukan pengawasan ke Perusahaan.
3.      Hambatan-Hambatan Hukum Bagi Pekerja Wanita
Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja wanita adalah adanya kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha yang kadang menyimpang dari aturan yang berlaku, tidak adanya sanksi dari peraturan perundangan terhadap pelanggaran yang terjadi, faktor pekerja sendiri yang tidak menggunakan haknya dengan alasan ekonomi.
            Agar langkah ini dapat efektif maka negara harus menjabarkannya dan mengusahakan untuk memasukkan jabaran konvensi tersebut ke dalam rumusan undang-undang negara dan menegakkannya dengan cara mengajukan para pelanggarnya ke muka sidang pengadilan. Namun demikian, preempuan sendiri masih belum banyak yang sadar bahwa hak-haknya dilindungi dan bahwa hal tersebut mempunyai pengaruh terhadap kehidupan perempuan. Adalah sangat prematur untuk mengadakan bahwa CEDAW sudah dihormati dan dilaksanakan secara universal.
            CEDAW memerintahkan kepada seluruh negara di dunia untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan. Di dalam CEDAW ditentukan bahwa diskriminasi terhadap perempuan adalah perlakuan yang berbeda berdasarkan gender yang:
a.       Secara sengaja atau tidak sengaja merugikan perempuan;
b.      Mencegah masyarakat secara keseluruhan memberi pengakuan terhadap
        
hak perempuan baik di dalam maupun di luar negeri; atau
c.       Mencegah kaum perempuan menggunakan hak asasi manusia dan
         
kebebasan dasar yang dimilikinya.
            Perempuan mempunyai atas perlindungan yang khusus sesuai dengan fungsi reproduksinya sebagaimana diatur pada pasal 11 ayat (1) CEDAW huruf f bahwa hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk usaha perlindungan terhadap fungsi reproduksi.
            Selain itu seringkali adanya pemalsuan dokumen seperti nama, usia, alamat dan nama majikan sering berbeda dengan yang tercantum di dalam paspor. Tenaga kerja yang tidak berdokumen tidak diberikan dokumen perjanjian kerja. Hal ini juga sering terjadi pada pekerja perempuan yang bekerja di luar negeri. Maka untuk itu CEDAW pada pasal 15 ayat (3) mengatur yaitu negara-negara peserta bersepakat bahwa semua kontrak dan semua dokumen yang mempunyai kekuatan hukum, yang ditujukan kepada pembatasan kecakapan hukum para wanita, wajib dianggap batal dan tidak berlaku.
B.     Perlindungan Pekerja Perempuan Berdasarkan Konvensi ILO
         Konvensi ILO Nomor 45 tentang Kerja wanita dalam semua macam tambang di bawah tanah. Isi Pasal 2 menyebutkan bahwa setiap wanita tanpa memandang umurnya tidak boleh melakukan pekerjaan tambah di bawah tanah. Pengecualiannya terdapat pada pasal 3.

              
Dalam konvensi ILO Nomor 100 mengenai Pengupahan Bagi Laki-Laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang Sama nilainya menyebutkan, “Pengupahan meliputi upah atau gaji biasa, pokok atau minimum dan pendapatan-pendapatan tambahan apapun juga, yang harus dibayar secara langsung atau tidak, maupun secara tunai atau dengan barang oleh pengusaha dengan buruh berhubung dengan pekerjaan buruh”.



C.    Contoh Kasus

KASUS OMIH BURUH PABRIK SEPATU ADIDAS DAN MIZUNO
Pekerjakan Kembali 1.300 Buruh Pabrik Sepatu Adidas Dan Mizuno PT. Panarub Dwikarya .
OMIH BINTI SAANEN adalah buruh perempuan pabrik sepatu Adidas dan Mizuno PT. Panarub Dwikarya yang beralamat di Jl. Benoa Raya Komplek Benoa Mas Blok B No.1 Pabuaran Tumpeng Kota Tangerang Banten.
               PT. Panarub Dwikarya (PDK) adalah perusahaan yang memproduksi alas kaki (sepatu) yang berdiri sejak tahun 2006 dan memulai produksi sejak tahun 2007. PT. PDK adalah salah satu bagian dari Panarub Grup yang terdiri dari PT. Panarub Industri, PT. Panarub Dwikarya Benoa dan PT. Panarub Dwikarya Cikupa. Hingga saat ini, PT. PDK mempekerjakan tidak kurang dari 2,560 orang buruh yang lebih dari 90% adalah perempuan. Perusahaan yang dipimpin oleh Hendrik Sasmita ini memproduksi merk dari brand ternama seperti Adidas (subcontract dari PT. Panarub Industri), Mizuno (50%) dan Specs (25%).
               OMIH bekerja di PT. Panarub Dwikarya sejak 18 Maret 2009 di bagian Assembling sebagai Operator di Cell 4 dengan Nomor Induk Karyawan (NIK): 20090300460. OMIH lahir di Tangerang 17 Maret 1984 anak ke dua (2) dari enam (6) bersaudara dari pasangan SAANEN dan FATMAWATI. OMIH pernah menikah dan di karunia satu (1) orang anak perempuan. Anak perempuan OMIH meninggal dalam usia 2 (dua) tahun karena sakit dan OMIH tidak bisa merawatnya karena tidak pernah mendapatkan ijin dari (perusahaan) pimpinan kerjanya untu meninggalkan pekerjaan padahal jelas saat itu ada keterangan dari Dokter bahwa Anaknya sakit dan di rawat.
                         OMIH resmi bercerai dengan suaminya sejak tahun 2011 lalu karena sering menjadi bulan-bulanan kekerasan suaminya yang pemabok dan pengangguran.
               OMIH BINTI SAANEN juga tercatat sejak bulan April 2012 sebagai anggota Serikat Buruh Garmen Tekstile dan Sepatu – Gabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS- GSBI) dilingkungan kerja PT. Panarub Dwikarya yang di deklarasikan pada 23 Pebuari 2012.
               Juli 2012, tidak kurang dari 2,000 orang buruh PT. Panarub Dwikarya yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu-Gabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI) PT. Panarub Dwikarya melakukan Protes Spontan (pemogokan) untuk menuntut di bayarkannya uang rapelan UMK/UMSK 2012 untuk bulan Januari – Maret 2012 yang belum dibayarkan oleh pihak perusahaan, menuntut adanya Kenaikan THR serta menuntut di pekerjakannya kembali Ketua dan Sekretaris serikat SBGTS yang di PHK sepihak oleh pihak perusahaan. Pemogokan ini dilakukan juga untuk menuntut perbaikan kondisi kerja di PT. Panarub Dwikarya yang berlangsung buruk selama ini. Buntut dari pemogokan ini, 1,300 orang buruh PT. Panarub Dwikarya dianggap mengundurkan diri oleh pihak perusahaan.
               Selama berlangsung pemogokan, ribuan buruh PT. Panarub Dwikarya yang sebagian besar adalah perempuan harus menerima berbagai bentuk tindakan kekerasan, baik yang dilakukan oleh satuan pengamanan perusahaan, pihak kepolisian dan juga preman bayaran yang diorganisasikan oleh manajemen perusahaan.
               OMIH, 28 tahun, adalah salah satu buruh yang terlibat dalam pemogokan tersebut. OMIH merasa terpanggil untuk terlibat aktif dalam aksi pemogokan tersebut karena secara nyata mengalami perlakuan yang sangat buruk dari perusahaan. Pada tahun 2010, OMIH harus kehilangan anaknya yang meninggal karena sakit. Ironisnya, perusahaan saat itu tidak memberikan ijin cuti kepada Omih untuk menjaga anaknya yang sedang sakit, padahal saat itu OMIH telah menunjukkan surat keterangan yang menyatakan bahwa benar anaknya sedang dirawat karena sakit.
               Sejak terjadinya protes spontan (pemogokan) buruh PT. Panarub Dwikarya pada tanggal 12 Juli 2012 yang mengakibatkan berhenti total proses produksi tersebut, OMIH sangat aktif melakukan pengorganisasian dan juga dalam mengikuti berbagai kegiatan yang diselenggarakan organisasi.
               Karena keaktifannya itu sejak tanggal 19 Juli 2012 OMIH dipercaya oleh organisasi dan temen-temennya untuk menjabat sebagai Wakil Kordinator Wilayah (KORWIL) untuk Wilayah Sepatan yang membawahi lima (5) Koordinator Group (KOORGROP) dengan masing-masing group mengorganisasikan dan memimpin (beranggotakan)10 hingga 15 buruh (anggota serikat).
               Sejak buruh tidak lagi diperkenankan masuk kerja, untuk mempermudah kerja konsolidasi dan sosialisasi berbagai perkembangan dari perjuangan Organisasi memutuskan untuk membentuk kolektif-kolektif kerja berdasarkan wilayah dan tempat tinggal. Sampai saat ini SBGTS-GSBI PT PDK memiliki 16 Korwil dan 76 Groups.
                         Sejak dipercaya menjabat sebagai Wakil Korwil SBGTS-GSBI PT Panarub Dwikarya untuk Wilayah Sepatan OMIH hampir tiap hari berkeliling mengunjungi temen-temennya di masing-masing Group. Dan sudah di pastikan untuk tiap hari Sabtu dan Minggu OMIH mengisi diskusi di beberapa Group yang ada di bawah tanggung jawabnya.
               OMIH hingga saat ini sedang berjuang bersama dengan 1.300 buruh pabrik sepatu Adidas dan Mizuno PT Panarub Dwikarya (PT. PDK) untuk bisa dipekerjakan kembali dan dibayarkannya hak-haknya yang dinyatakan PHK sepihak sejak tanggal 18 Juli 2012 lalu.
                         Pada Sabtu 29 September 2012 pukul 13.00 Wib OMIH di Tangkap oleh pihak Kepolisian dari Polres Kota Tangerang dengan Tuduhan Teroris (melanggar pasal 336 KUHP dan atau pasal 27 ayat 4 Jo pasal 45 ayat 1 UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik) atas laporan pihak perusahaan dengan Laporan Polisi Nomor: LP.B/941/IX/2012/PMJ/Restro Tng Kota tertanggal 14 September 2012, hanya karena pada tanggal 14 September 2012 OMIH mengirimkan sebuah pesan singkat (SMS) kepada dua (2) orang Menejemen ( Edy Suyono/selaku Manager HRD dan Guan An/selaku Manager Produksi) serta lima (5) teman-teman kerjanya (Yani, Ita Lestari, Eli Ratih Patmini, Siti Nurjanah, Muria) yang saat ini masih bertahan kerja di dalam perusahaan yang Isi nya Mengatakan : “ Hati-hati untuk yang didalam PDK, malam ini sedang dirakit bom untuk meledakan PDK esok hari “.
               Menurut penuturan OMIH, tidak ada niat yang sungguh-sungguh ketika pesan tersebut dikirimkan, murni sebuah luapan emosi dan karena kekecewaan yang sudah tidak dapat terbendung lagi terhadap pihak perusahaan yang terus berlaku sewenang-wenang terhadap buruh.
               Dengan jujur OMIH mengatakan ide ini terlintas spontan saja karena sangat emosi dimana sudah sangat bersabar untuk tidak anarkis menghadapi managemen yang seenaknya memperlakukan buruh, tapi apa yang kami dapati tuntutan kami tidak pernah di tanggapi malah aksi-aksi damai yang kami lakukan selalu diperhadapkan dengan orang-orang bayaran perusahaan (preman) dan kami selalu di olok-olok oleh pihak menejemen dengan kata-kata yang melecehkan. Saya (OMIH) dan buruh tetap bertahan berjuang karena ingin merubah cara-cara managemen dalam memperlakukan buruhnya supaya tidak semau-maunya lagi seperti minta cuti yang selalu dipersulit padahal itu hak buruh dan yang membuat saya sakit hati adalah ketika saya tahun 2010 saya minta cuti sama atasan saya (Ibu Junari Section Head Cell 4) karena anak saya pada saat itu sakit butuh untuk membawa berobat. Sampai anak saya meninggal dunia, saya tetap tidak diberikan ijin Cuti dengan alasan karena “ Alasannya selalu saja anak terus yang sakit” padahal saat itu ada surat keterangan dari rumah Sakit Anak Saya Di rawat “.
               Sebelum di tangkap di rumah nya pada Sabtu 29 September 2012. Pasca peristiwa tersebut pihak kepolisian berusaha mencari OMIH dan beberapa kali polisi mendatangi kampung tempat tinggal dengan berbagai alasan, mendatangi rumah OMIH, mendatangi RT dan RW untuk menanyakan keberadaan OMIH.
                         Dan pada Juma’t 28 September 2012 rumah OMIH kembali di datangi segerombolan Polisi tanpa menunjukkan surat tugas dan juga memperkenalkan diri siapa dan dari kesatuan mana langsung menggeledah rumah dan mengacak-ngacak kamar tidur OMIH serta mengintrogasi orang tua OMIH dan beberapa keluarga lainnya yang ada dirumah pada waktu itu dengan cara di bentak-bentak untuk menunjukkan keberadaan OMIH.
               Sejak Sabtu, 29 September 2012, OMIH menjalani pemeriksaan di Kantor Kepolisian Resort Tangerang untuk menjalani proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
               Sejak awal sebelum Proses BAP pihak kepolisian telah diberitahu bahwa OMIH telah menunjuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sebagai Kuasa Hukum nya, dan selama dalam proses BAP sampai penandatanganan minta untuk di damping Kuasa Hukumnya, namun pihak kepolisian tetap melanjutkan proses interogasi (BAP) untuk meminta keterangan tanpa mau menunggu datangnya kuasa hukum yang akan memberikan pendampingan.
               OMIH disangkakan Pasal 336 KUHP dan Pasal 27 ayat 4 junto 45 dan ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang Isinya berbunyi : Pasal 336 (KUHP) :
(1). Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. barang siapa  
      
mengancam dengan kekerasan terhadap orang atau barang secara terang-terangan
      
dengan tenaga bersama dengan suatu kejahatan yang menimbulkan bahaya umum
      
bagi keamanan orang tau barang dengan perkosaan atau perbuatan yang melanggar
      
kehormatan kesusilaan dengan suatu kejahatan terhadap nyawa dengan
      
penganiayaan berat atau dengan pembakaran.
(2). Bilamana ancaman dilakukan secara tertulis dan dengan syarat tertentu maka
       
dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun.
               Pasal 27 ayat (4) UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE): berbunyi sebagai berikut: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.”
               Adapun ancaman sanksi pidana dari Pasal 27 ayat (4) UU ITE tersebut sesuai Pasal 45 ayat (1) UU ITE adalah penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
               Saat ini OMI telah mendekam di LP Wanita Tangerang, dimana sejak tanggal 1 Oktober 2012 OMIH telah resmi dipindahkan dari tahanan Polres Kota Tangerang ke LP Wanita Tangerang sebagai tahanan titipan Polresta Kota Tangerang. #




BAB III
PENUTUP


A.     Kesimpulan
Dari pembahasan pada Bab II dapat disimpulkan:
1.    Pelaksanaan peraturan perundangan tentang ketenagakerjaan tersebut, khususnya dalam perlindungan hukum terhadap tenaga kerja perempuan dilaksanakan oleh pemerintah, pengusaha dan pekerja pada perusahaan-perusahaan, berorientasi pada tiga domein, yaitu domein tenaga kerja, pengusaha dan pemerintah (lingkungan kerja).
2.    Pemerintah dan pelaksana peraturan perundangan tersebut telah melakukan pengawasan dalam pelaksanaan peraturan perundangan tersebut, dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi, politik, budaya dan kultur yang berkembang dalam masyarakat.
3.    Peraturan perundangan yang dibuat pemerintah tentang perlindungan  keselamatan dan kesehatan kerja sudah cukup untuk mengatur dan memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja, khususnya tenaga kerja perempuan, yaitu memberikan perempuan berserikat dan berdemokrasi di tempat kerja, perlindungan tenaga kerja perempuan terhadap diskriminasi, perlindungan terhadap pemenuhan hak-hak dasar pekerja, perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
4.   Kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan peraturan perundangan tersebut,
      
adalah kendala yang bersifat eksternal dan kendala internal. Namun demikian    
      
peraturan perundangan tersebut dapat dilaksanakan secara efektif untuk
      
memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja, khususnya tenaga kerja
      
perempuan.

(sumber: artikel berita, wordpress, wikipedia, google indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan komen